Hai teman-teman. Aku mau cerita sedikit tentang binatang peliharaanku, eh, binatang peliharaan adikku sih sebenernya. Tapi akhirnya jadi binatang peliharaan keluargaku. Hehehehe.
Nah, sekarang aku mau cerita tentang chicken-ku. Percaya gak aku pelihara ayam? Hehehehe...
Ceritanya, eemm, kapan yaa? Kira-kira satu bulan yang lalu, Adikku yang bersekolah di SDN Jatiasih 3 Bekasi membeli seekor anak ayam. Kalian tahu kan, kalau di SD Negeri itu jajanannya gimana? Biasanya jajanannya heboooooooooh banget kayak dipasar malem.
Aku aja kalau nganterin Adikku ke sekolahnya sama Mamaku, pasti cekikikkan sendiri liat abang-abang yang jualan. Mulai dari makanan ringan, makanan berat, es teh 500 perak-an, sampai-sampai ada yang jualan sendal, mainan, baju 10.000an, bahkan makhluk hidup. Makhluk hidup yang biasanya dijual itu ada burung, jangkrik, keong diwarna-warnai, juga ayam yang diwarna-warnai. (weleh weleh!)
“Ma, Mamaa..” teriak Fasya adikku, seperti kebiasaanya setiap hari ketika turun dari mobil jemputannya, Om Ari, ia langsung berlari sambil berteriak, tetapi hari ini terlihat lebih heboh dari biasanya.
“Mama mana kak?” tanya adikku kepadaku yang sedang memakai sepatu.
“Dikamar.” Jawabku singkat.
“Ada apa sih berisik banget?” jawab Mamaku dari dalam kamar.
“Lihat Ma, apa yang aku bawa!” kata Fasya sambil menunjukkan kantung kertas yang dibawanya.
“Apa itu? Hah, kamu beli ayam dek?” tanya Mama terheran-heran.
“Iya Ma, ayamnya masih bayi. Lucu kan Ma?” kemudian ia mengeluarkan anak ayam itu dari kantung kertasnya. Ayam itu hanya bisa pasrah ketika Fasya meremasnya dengan gaya gemas, karena ia hendak mengeluarkannya dari kantung kertas.
“Wah-wah, bulunya berwarna pink. Lucu juga ya dek?” kata Mama. Rupanya Mama mulai tertarik dengan baby chicken yang dibeli Fasya. Aku tersenyum-senyum melihatnya sambil berfikir untuk memberinya nama, supaya ayam berbulu pink itu diberi nama saja dengan nama Pingping.
“Dek, namanya Pingping saja. Karena ayam itu kalau sudah diberi nama, ketika dipanggil dia akan tahu dengan dirinya.” Usulku.
“Iya-iya, Si Pingping ya Kak.” Kata Fasya tanda setuju.
“Ma, aku berangkat sekolah dulu ya Ma.” Pamitku sambil tak sengaja mengelus bulu si Pingping.
Si Pingping jadi bulan-bulanan Fasya untuk diajak bermain, dikejar, dan diuber-uber kesana kemari. Supaya tidak lari terlampau jauh, oleh Mama diberi tali pada kakinya (Kayak layang-layang aja dikasih tali) aneh ya? Ayam kok diiket, yang ada juga anjing yang diiket. Hahahahaha....
Tetapi 2 hari kemudian, si Pingping tampak mulai lemas. Seharian ia tidak bermain dan berlarian diteras rumah lagi. Entah kenapa ketika diberi makan, makanan kesukaannya, dia juga mulai menggeleng. Dan ketika juga diberi minum. Pingping hanya bisa berbaring dilantai, dan terlihat begitu lemas. Sampai-sampai kakinya tidak bisa lagi tegak berdiri, Oh my god! Sakit apa ya?
Mama jadi bingung (sebenernya sih yang bikin Mama lebih bingung karena Fasya ikut-ikutan lemes. Nangis terus termehek-mehek) Sampai akhirnya ia kelihatan kejang-kejang. Fasya hanya bisa menatap sedih dengan tangisnya yang mulai memecah. Ia menyaksikan si Pingping merenggang nyawa.
Memang waktu itu, Mama pernah berpesan bahwa ayam yang masih bayi seperti itu tidak bisa bertahan lama hidup. Karena, ia masih harus dipeluk dan dilindungi oleh induknya terutama bila malam hari. Mama terus menghibur Fasya yang tidak berhenti dengan tangisnya itu sambil mengajak untuk mengubur si Pingping dilapangan dekat rumah.
Wah pokoknya, dramatis banget kayak disinetron-sinetron. Tapi itulah yang namanya rasa sayang. Ternyata bukan cuma Fasya yang sedih, tetapi Mama juga ikutan loh, ikutan kepikiran dengan nasib Pingping. Benar ya ternyata teman-teman, bahwa setiap makhluk yang hidup pasti akan merasakan mati.
Beberapa hari setelah Pingping mati, Fasya membeli lagi bayi ayam yang lain. Kali ini bulunya berwarna cokelat. Aku jadi ingat kue brownies yang lembut... empuk... dan enak itu.
“Ma, ayamku gak boleh diikat lagi ya ma.” Kata Fasya sambil menunjukkan tali bekas pengikat Pingping kemarin. (wah, rupanya tali itu masih disimpannya sebagai bukti cintanya kepada Pingping. Hahaha, dasar anak kecil! >.< )
“Iya, coba kita biarkan dilepas. Mungkin saja kali ini dia bisa sehat dan hidup sampai besar. Kamu mau kan mengurusnya?” kata Mama.
“Yo’i, aku mau kasih nama dia Brownies, artinya si Brown yang manis.” Oops, dasar Fasya centil. Ada-ada saja.... Masa ayam kok manis, kalau udah dikecapin itu dia, baru namanya si Brownies. Bener gak? Heheheheheheeeeeeee. Gak tau kenapa, tiba-tiba saja aku jadi ingat, masakkan kesukaanku ayam kecap yang manis. Emmmm, pasti lezat.
Jadilah Brownies menjadi anggota keluargaku sekarang. Setiap malam ia ditaruh dikardus bekas mie instan dan diletakkan digudang. Kalau sudah tidur, Brownies diberi selimut oleh Fasya. Dia ga mau Brownies mati lagi seperti Pingping kemarin.
Siang harinya..
“Ma, itu ayam siapa diteras dekat bunga-bunga!?” teriak Fasya. Teriakkan itu membangkitkan keheranan Mama yang sedang asyik menonton infotaiment di televisi.
“Brownies keluar ya?” sahut Mama.
“Bukan ma, warnanya kuning bule.”
“Loh??! Anak ayam siapa ya? Terpisah dari rombongannya kali ya?” kata Mama sambil keluar pagar rumah untuk mencari dimana rombongan ayam teman-temannya. Tetapi ternyata, tidak ada apa-apa.
“Gak ada temen-temennya dek, anak ayam siapa ya?” Kata Mama. Kemudian Fasya dan Mama mendekati anak ayam itu yang terlihat sudah basah kuyup sambil terus menciat-ciat mencari induknya. (Mungkin dia minta tolong karena kedinginan ya?) Lalu, Mama mengambil anak ayam itu dan memasukkannya didalam kardus bersama Brownies sambil terus bertanya-tanya didalam hati, anak ayam siapa ya?
Sampai esok harinya, ayam itu tidak juga seorang pun yang mencarinya. Mama menyimpulkan bahwa anak ayam itu tersesat dan harus kita tolong. Kalau aku sih, berfikirnya jangan-jangan.......jangan-jangan... anak ayam ini jelmaan si Pingping yang mati beberapa hari yang lalu. Wow, serem ah. Tapi apa iya ya? Kalau sudah mati bisa bangun lagi? Ah dasar bodoh, sambil aku memukul kepalaku sendiri. (“eh... kalau mikir yang waras dong!” kata otakku gak bisa diajak kompromi. Masa iya ada jelmaan dari makhluk yang sudah mati? Enggak kali ya! Hahahaha)
Tapi bingung bin aneh aja. Ini ayam berbulu bule datang dari mana ya? Karena kalau anak ayam biasanya, kata Mama selalu bersama rombongannya dengan brother and sisternya. Apalagi kalau masih bayi seperti ini. Tapi udah deh, repot mikirnya. Mungkin ini rezeki yang datang dari mana aja. Betul ga? Yang penting sekarang bayi ayam itu sudah dirawat dan ditolong oleh Mama dan Fasya, menjadi saudara angkatnya si Brownies.
Beberapa minggu sudah... Brownies dan Bule (Oh iya, ayam itu diberi nama Bule, karena bulunya yang kekuningan dan cantik seperti bule) mereka tumbuh besar berdua dan masih tetap didalam kardus yang dulu. Mereka tumbuh sehat dan menjadi ayam yang sudah cukup besar dengan pertumbuhan bulu yang setiap harinya diamati dari bulu bayi, hingga bulu dewasa. Percaya gak? Brownies dan Bule menjadi teman setia Fasya setiap hari. Sepulang sekolah, terutama setelah bangun tidur Fasya tidak lupa menanyakan ayam kesayangannya kepada Mama disamping boneka teddy kesayangannya itu. (tau gak? Boneka teddy itu adalah boneka beruang berwarna pink dengan baju model warepark yang sudah lusuh.... menurutku sih gak bagus.. tetapi itulah teman setia Fasya kalau tidur. Untungnya Brownies dan Bule ga dijadikan teman tidur juga. Kalau iya???! Alamak!!!! >,< )
Eh temen-temen, mau lihat gak foto Bule dan Brownies kalau lagi main petak umpet diteras rumahku bersama Fasya? Nih dia!
Herannya Brownies dan Bule terbiasa main diteras rumah saja. Dia gak berani main jauh-jauh walaupun pintu pagar terbuka. Lucu ya? Dasar ayam rumahan. Apa gak bosen ya??
Aku sering geleng-geleng kepala sendiri melihat ayam kesayangan adikku ini. Ternyata persahabatan hewan dan manusia itu benar-benar bisa terjalin loooh, asalkan kita benar-benar ikhlas dan sayang dengan makhluk Tuhan itu. Benar kata Mama, ternyata Allah menciptakan manusia menjadi makhluknya yang paling sempurna, tidak ada satu makhluk pun yang setara dengan kita. Tetapi dengan sifat kasih sayang yang kita punya, kita bisa loh mencintai makhluk lain ciptaan Allah juga.
Hari ini aku bisa berfikir lebih dari kemarin dan bersyukur karena aku gak sama dengan ayam. (siapa yang mau disamain? o.O) Maksudku, aku kan manusia, jadi harus lebih pintar, lebih rajin, lebih...lebih..lebih..lebih..lebih.. lebih.. dan lebih! (loh kok perbandingannya sama ayam sih?-_-) tapi tiba-tiba aku kaget dari lamunanku, ternyata daritadi aku cuma duduk diteras ini dan ngeliatin si Brownies dan Bule makan, padahal hari sudah siang. Wah!! Hampir jam 10 siang! Aku kan harus berangkat sekolah! Mana belum makan, belum mandi pula! (aib >.< ) Aku harus cepat-cepat mandi nih, biar gak sama kayak ayam! Abis kata Mama, kalau aku bangun siang........mandi siang........ pasti langsung dibilangin “Kamu sama aja dengan Brownies dan Bule”. Wow, Mama tega, padahal aku kan bukan ayam. Hufftttt.
Sambil berjalan menuju ke kamar mandi, aku tiba-tiba jadi inget sama sayur ayam kecap kesukaanku. Hemmmmmmmmmm... enak juga ya kayaknya, kalau Brownies dan Bule dikecapin.... JANGAAAAAAAAAAANNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNN! AYAMKU! AYAMKU! Pasti Fasya bakalan teriak kayak gitu sambil nangis deh. Hihihihihi ^.^v
Sekian dulu yaaa cerita tentang ayam kecapku, si Brownies dan Bule.
0 comments:
Post a Comment